Pandemi menghasilkan cerita, menciptakan kebiasaan baru yang mengubah pola hidup manusia. Olahraga menjadi eksistensi baru, budak data, pencapaian dan esksistensi dunia maya. Tinggal kita ada pada sisi mana, kemudian menyusuri setiap pilihan yang ada.

Tak terasa hampir 6 bulan saya memulai kebiasaan baru. Banyak yang berubah, namun ada yang berproses, walau sangat pelan dan amat pelan. Hal tampak mudahnya dari porses adalah berat badan yang berubah. Dalam perbandingan foto orang mungkin lebih mudah melihat. Tapi dalam jiwa, ah sudah biarkan saja, cukup saya yang mengerti.

Saya memulai lari dengan smartwatch Garmin. Waktu itu berat badan saya masih 80Kg. Niatnya beli jamnya jika berat badan sudah 70kg saja, pencapaian diri batin saya. Self Reward kalau jaman sekarang. Tapi karena dipikir terlalu panjang, akhirnya saya beli duluan saja. Pola pikir saya waktu itu sederhana. Udah beli mahal, masak gak dimanfaatkan.

Tipe yang saya pilih dalam Garmin Smartwacth bukan tipe untuk lari atau seri Forrunner. Tapi malah tipe Instinct, untuk naik gunung. Model yang bagus, tampilan yang simple membuat saya tertarik. Jika kalian ingin tahu unboxing produknya, bisa mampir disini.

Pada prinsipnya, walau bukan seri Forrunner. Garmin saya berfungsi dengan baik, apalagi dengan adanya dukungan Garmin Coach. Sungguh ini bukan soal promosi, tapi sebuah pengalaman yang ingin saya bagi.

Apa itu Garmin Coach?

Garmin Coach adalah program dari Garmin yang memungkinkan kita punya pelatih pribadi. Dengan tiga pilihan pelatih berdasarkan kemampuan. Proses berlatihnya pun bertahap. Sama seperti kehidupan tak ada yg instan.

Mingu demi minggu terasa berat, namun memegang kunci bahwa setiap usai berlari ada sedikit kegembiraan, maka itu menjadi pilihan. Dan selalu konsisten menjadi hal yang harus dijaga.

Kini proses 5K dan 10K latihan Garmin sudah usai. Saya berproses menuju 21K. Untuk gambaran secara visual dan tampilan garmin coach, saya taruh di sini :