Kadang ada jejak dalam waktu berubah menjadi rindu. Mengais harap dan pertanyaan dalam hati? apakah aku bisa kembali

Cerita ini hadir 12 atau 13 tahun lalu. Bahkan mengenal tepatnya tanggal keberangkatan saja aku lupa. Tapi dari visual tentu semuanya mudah diingat. Dan dari gambar pula, aku berharap bisa mengulang kembali. Mengulang lagi.
Spontanitas adalah ciri anak muda. Tak begitu banyak wacana namun sering langsung berangkat saja. Sekolah di Surabaya membuat banyak mengenal kawan berbagai daerah. Tentu saja yang lebih banyak biasanya dari Malang atau Madura. Kawan baik saya saat itu bernama Mas Hami Kukuh. Anak asal Malang dengan Ayah beliau yang super baik dan disebut dengan Outdoor Enthusiast. Entah celetuk apa yang membuat perjalanan itu terjadi. Niat iseng main ke Malang tapi berakhir dalam perjalanan menuju Ranu Kumbolo. Tempat yang aku rindui sekarang, berharap kuat menyandang tas untuk pergi kesana. Berharap kuat melangkah untuk menikmati alam yang selalu luar biasa.
Persiapan
Namanya anak muda tak modal. Persiapan keberangkatan hampir 80% dari barang milik Ayahnya Hami Kukuh. Tas besar, sleeping bag, Kompor dan segala hal kecil lainnya sudah tersedia. Hanya tenda saja yang kita sewa. Maklum kantong pas-pasan sering membuat berfikir ulang untuk investasi tenda. Toh, tidak seminggu sekali juga naik gunung. Keberangkatan pun dengan cepat langsung dilaksanakan. Bergabung 1 teman dengan fisik paling kuat bernama Sufyan untuk mendaki Ranu Kumbolo. Jalan santai, tak perlu ke puncak hanya sekedar melepas rindu.


Keberangkatan
Jaman dulu, berangkat menuju Ranu Kumbolo banyak sekali akses. Tanpa naik mobil Hardtop pun ada 101 cara untuk menuju Ranu Pane, basecamp pertama pendakian Gunung Semeru. Syaratnya pun tak banyak, hanya sekedar surat sehat dari puskemas. Ijin Simaksi dan kita bisa berjalan.
Pilihan kita untuk berangkat saat itu naik Truck Sayur. Siap berangkat pukul 04:00 pagi di lokasi. Agak sulit mengingat saya dapat nomor bapak sayur darimana. Tapi yang saya ingat adalah teh hangat diberikan kita saat datang. Sebuah ucapan salam hangat warga daerah untuk memulai hari.
Kami duduk di bak belakang. Udara dingin pegungan dan angin langsung mengenai wajah benar-benar membuat gila. Pemandangan indah dengan udara dingin rasanya bukan kombinasi yang pas. Tak terhitung berapa kali kita meminta bapak sopir berhenti. Hanya untuk pipis sejenak. Sembari merasakan rindu perjalanan yang begitu menyenangkan.
Berangkat dini hari dengan truck sayur adalah pilihan tepat dari sisi biaya Kombinasi mengirit ongkos dan melihat bagaimana kehidupan di kaki gunung.
Truck sayur sendiri dari Tumpang menuju Ranu Pane isinya kosong. Dia mengambil jatah sayur dari atas untuk dibawa kembali turun ke Malang. Tak heran harus pagi, tak heran harus bergegas. Karena untuk menjaga kesegaran dan menjemput rejeki lebih cepat. Untuk itulah saat truck kosong para supir dan pemilik mengambil keuntungan. Mengajak pendaki untuk naik keatas daripada kosong.Seiring berjalan waktu, praktik seperti itu mulai hilang. Faktor keselamatan, dan adanya mobil-mobil hardtop menjadi alasan.
Dalam pagi, Ranu Pane juga sangat indah. Walau saat saya kesana ingatan hanya terbawa dalam danau yang penuh dengan enceng gondol. Entah sekarang? semoga masih baik-baik saja.
Perjalanan dari Ranu Pane menuju Ranu Kumbola tak panjang dan tak pendek. Hanya 4 jam kurang lebih. Kami mengisi perjalanan dengan tawa. Sesekali juga keluh kesah. Rasa lelah yang menghantui. Menuju sana tak ada penjual buah dan warung pos seperti sekarang. Hanya hening alam, yang sangat dirindukan.

Saya tak menemukan dataran hijau. Tanah yang kami injak di Ranu Kumbolo beralaskan rumput coklat. kebakaran, kebakaran terjadi. Hampir berhektar hektar lahan Ranu Kumbolo saat saya datang memang terbakar. Musim panas atau adanya rokok, entahlah. Tapi begitulah alam. Membuka cerita sendiri dengan penuh misteri.

Ranu kumbolo yang terbakar tak mengurangi indahnya. Pada pagi, saya masih ingat tenda yang membeku. Gas untuk menyalakan kompor pun harus dijemur karena sudah menjadi es batu. Ah dingin sekali disana, tapi anehnya hangat saat diingat kembali.
Ranu Kumbolo, Ranu Kumbolo. Apa kabarmu sekarang? 13 tahun telah berlalu. Aku rindu…
Tiga belas tahun yang lalu, artinya tempat ini masih benar-benar menyenangkan untuk bersantai dan menikmati sepoinya angin. Sekarang, aku yakin jauh berubah
Berarti emang sering kebakar ya kalo musim kemarau. Pas aku ke sana tahun 2014 juga gitu bang. Tapi dulu cakep banget ih.
Aku cita-cita ke sana koq ya nggak jadi-jadi. Kapan2 ngajak anakku ajalahh..
Ayo mas bareng ke sana 🙂