Tak terasa, butuh waktu kurang lebih 120 hari untuk menyelesaikan buku ini. Buah karya dari seorang legenda yang menuliskan Kartini dari sudut yang tak pernah disangka.
Buah pemikiran yang begitu luar biasa. Membuat saya berpikir; betapa luasnya wawasan beliau. Menambah rasa cinta akan karya-karyanya.
Iya, Pram menulis buku “Panggil Aku Kartini Saja” dengan apik. Disusun dari surat-surat Kartini kemudian diambil sudut pandang yang begitu indah.
Buku ini bagi saya bukan sekedar buku, ada harta dan pemikiran cara membaca karakter manusia dari sudut yang tak pernah disangka. Bagi Pram, Kartini adalah obor. Dengan keterbatasan ilmu pengetahuaan pada saat itu, dia menangkap segala pelik budaya barat yang mulai menghantam budaya timur. Tidak anti, tapi lebih antisipasif. Melihat gerak gerik perlawanan dan keberanian yang membuka tabir perjuangan-perjuangan lainnya.
Buku “Panggil Aku Kartini Saja” adalah gambaran. Tentang bagaimana sebuah pehaman sejarah melawan kerusakan budaya timur akibat hantaman budaya barat. Alih-alih lari darinya, Kartini malah melihat itu sebagai tantangan, bahwa kelak akan timbul sintesa antara pembeturan Timur dan Barat akibat jaring lalu lintas dunia yang makin rapat.
Buku ini menyajikan pandangan Kartini secara psikis. Jauh dari budaya pingit zaman dulu, tapi soal bagaimana surat-surat Kartini yang disusun begitu gemilang. Menjadikan gunung emas yang megah memantulkan ilmu pengetahuan wawasan kehidupan.
Sungguh, tiap kata di Buku Pram ini benar-benar gila. Saya harus memahami berulang kali, lalu tertegun sejenak. Bagaimana bisa dia membuat buku yang luar biasa seperti ini.
Selamat Hari Kartinj, dan terima kasih Pram. Sudah menulis buku yang luar biasa.
Satu kutipan manis dari Kartini,
“Hanya ada satu kemauan, yang boleh dan harus kita punyai; kemauan untuk mengabdi pada kebajikan.”
~ Panggil Aku Kartini Saja, hal. 265.
baca separuh, hbs itu lupa wkwkwk.. apa kabar mas?
Baik, kamu gimana kabar? Sehat selalu kan
baik mas wahyu