“Rejeki sudah ada yang mengatur mas, tetapi menghibur orang, apalagi anak kecil tidak semua mampu. Untuk itulah saya ikhlas menjadi badut. Dan sudah 10 tahun saya menjalaninya. Semoga ini bukan hanya tentang kerja, tapi juga amal”
-Awal,pemain badut Ancol-
Sepeda motor saya berjalan perlahan. Melewati jalanan di Taman Mini Indonesia Indah pagi ini. Hari pun tampak riuh, suara musik senam, para keluarga yang sedang piknik, hingga muda mudi tampak menikmati hari. Hingga tiba-tiba mata saya terpaku, pada segerombolan pemain badut yang sedang mempersiapkan diri.
“ Selamat Pagi Bu” saya menyapa dengan santai ibu badut yang sedang bersiap memakai kostum. Tidak pernah menyangka dalam benak saya, dibalik topeng kelinci tersebut ternyata menyimpan rahasia menyayat hati. Tentang semangat wanita janda dan renta demi berjuang menghidupi hari-harinya.
“Pagi mas, ada apa ya?” Ibu tersebut menjawab dengan senyum ramah. Hingga perkenalan pun berlanjut, dan saya pun mengetahui bahwa nama beliau adalah Ibu Syiah.
“Bu saya pengen ngobrol, tidak keberatan kan?” Saya menanyakan dengan sopan kepada Ibu Syiah hari itu. ”Iya mas tidak apa-apa, kebetulan ini lagi sepi. Yuk saya kenalin teman-teman.” Beliau menjawab dengan ramah. Sembari mengajak saya berjalan di tempat teduh. Tempat beberapa badut beristirahat.
“Hari minggu kenapa sepi bu?” saya mulai membuka percakapan kepada Ibu Syiah. “Iya mas, ini kan musim hujan, jadi memang tidak ramai kalo pengalaman saya. Apalagi bulan di awal tahun memang selalu sepi. Januari-Februari tidak banyak orang yang datang bermain di Taman Wisata Anak. Tidak seperti hari lain” Ibu Syiah menjelaskan dengan rinci kepada saya.
“Jadi kalo sepi begini memang pendapatannya berapa sih bu?” saya mengajukan pertanyaan sembari tersenyum. Jaga-jaga siapa tahu pertanyaan soal pendapatan adalah hal tabu bagi mereka.
“Ah sedikit mas, kemarin aja saya dapat lima belas ribu rupiah langsung pulang” beliau pun menimpali pertanyaan saya.
“ Serius bu, Cuma lima belas ribu rupiah” Saya memastikan lagi jawaban ibu. “Iya mas benar, kalo lebaran gitu bisa seratus ribu rupiah” dia kembali menjelaskan.
Tiba-tiba saya pun terpaku. Pikiran saya melayang jauh, dibalik megahnya Ibu Kota. Dibalik hinggar binggar gaya kehidupan Jakarta, dan demo buruh setiap hari. Saya masih mendengar orang yang dalam satu hari mendapatkan lima puluh ribu rupiah pun tidak pasti. Tetapi beliau dengan santai dan masih terlihat tegar menghadapi hari-harinya.
“Bu kayak gini itu ijinnya gimana sih?” saya kembali bertanya kepada beliau.” Kita di Taman Mini Indonesia Indah ini ada groupnya mas. Jumlah total untuk semua badut ini adalah 35 orang. Dengan pembagian masing-masing group ini berjumlah 7 orang. Nanti disebar ke semua area. Kebetulan saya dapat di area Taman anak-anak” Ibunya pun dengan antusias menjawab pertanyaan saya.
“ Oh gitu ya bu. Trus digaji sama Taman Mini Indonesia Indah gak bu?” Saya menimpalinya kembali. “ Gak mas, gak digaji kok. Gaji kita ya dari orang ngajak foto kita. Tetapi namanya orang mah ada yang mau ngasih ada yang enggak. Kita mah ikhlas aja.” Ibu Syiah menjawab dengan jelas. Walau aku tahu ada binar kesedihan yang sepertinya menancap dalam pada hati yang terdalam.
Menjadi badut sebenarnya tidak pernah mudah. Dibalik gemerlap Taman Mini Indonesia Indah masih ada sudut-sudut yang terkadang tidak pernah terbaca oleh orang awam. Baginya badut adalah sebuah keceriaan. Penghias latar foto suatu tempat agar lebih indah. Dari beberapa jam saya duduk disana. Rata-rata pengunjung memberikan uang dua ribu rupiah sampai lima ribu rupiah. Yang berbaik hati memberi lebih. Tetapi masih bisa dihitung jari.
Berat kostum, panasnya cuaca juga menjadi kendala saat kita menjadi badut. Gerahnya badan saat memakai kostum sungguh terasa jelas. Tinggal bagaimana kekuatan kebutuhan uang yang mampu membuatnya terus berdiri, Jika cicilan banyak maka dia rela berdiri delapan jam asal uangnya terkumpul. Jika tidak butuh uang dan hanya ingin makan, maka siang pun mereka pulang. Mungkin hanya badut laki-laki yang bertahan, Permasalahan saya sebenarnya bukan soal perihal berapa Jumlah uang yang kita dapat. Tetapi bagaimana selama ini apakah kita sudah bersyukur. Apakah dalam setiap perjalananmu engkau sudah menemukan makna.
Sungguh hari ini saya menyadari banyak hal tentang perjalanan. Di 3 kilometer dari rumah saya, disaat jarak hanya bisa ditempuh dengan berkendara selama 10 menit. Saya menemukan pelajaran. Bersama kawan-kawan pemain badut tentang apa itu rasa syukur. Dan juga apa itu sebuah makna.
Saya selama ini berfikir bahwa keindahan hanyalah sebuah pemandangan lansdcape dengan teknik foto yang matang. Tetapi keindahan dari hati orang yang kita temui dalam perjalanan sebenarnya juga bisa menjadi sebuah pesan.
😦
Dari dulu saya selalu kasihan sama badut, saya nggak pernah mau fotoan dan nggak pernah mau ketawain walau dia melucu. Karena, dalam pikiran saya itu, jadi badut itu pekerjaan yang sangat susah.
dan baru kali ini saya baca ulasan seperti ini mas.
Nanti, kalau saya ke Jakarta, ajakin ke sana ya mas, pengen ngobrol juga sama mereka.
Siaaap. ID line saya (bukanrastaman) dan siap mengantar
Bacanya kok bikin mata saya “ngembeng”
Jadi sudah nemu perias pas hari H belum kak? #kemudian dikeplak
Udaaaah dooong, hehehee alhamdulillaah.
Rejeki calon manten 😀
Angkat topi untuk sosok-sosok seperti ini. Kadang mereka yang hanya meminta-minta harusnya belajar dari sosok seperti beliau ini.
Bener sekali mas, salu sama beliau
Makjelbb ini mas, kalo lihat hal-hal seperti ini. Jadi bisa makin bersyukur pada diri sendiri. Ulasannya top mas *ambil tisu 🙂
Makasih mas. Semoga saya juga selalu bisa bersyukur juga
jadi inget video klipnya “Tulus”
Yang apa mas? Aku malah gak tau. Hahahah
Itu loh yang dia berperan jadi badut untuk nyari nafkah
Cus cari ah videonya
Cintai aku apa adanya
Ceritanya mantab, mas
membuat kita semakin bersyukur bahwasanya hidup itu memang penuh perjuangan. Jika kita merasa susah, coba lagi lihat ke bawah.
Bener banget mas. Semoga rasa syukur selalu dalam diri
Semoga kita semua selalu bersyukur akan nikmat dari Allah swt, pembelajaran yang sangat bermakna bagi saya …. Terimakasih
Amiin kak. Terimakasih berkenanan mampir
Semoga para pemain badut, kelak masuk surga 🙏
Amiin mas
Suka banget sama tulisan ini. Suka antara teknik pengambilan fotonya sampai dengan narasi dan kedalaman pesan ceritanya. Jujur selama ini aku termasuk yang menghindari foto-foto human interest dan esai yang berkaitan dengan manusia. Entah ya, aku suka agak sungkan gitu, tapi di dalam hati pengen hahahaha … makanya suka salut sama yang bisa bikin foto-foto dan tulisan macam ini.
Btw lensanya apa deh? Isolasinya asik! 😉
Komunikasi sih mas intinya. Kebetulan aku ngobrol dulu sebelum foto ma mereka. Trus liatin mereka kerja. btw aku pake lensa 35-1.8 mas. Biar deket ambilnya
Wuih mantap ik, pakai lensa 35 mm yg dekat.
Dan selama ini saya klo ke taman bermain selalu nggak sudi foto sama badut, soalnya bayar 😦 duh saya pelit huhuhu. Aku pikir mereka emang sudah digaji sama pengelola jadi nggak mau ngasih duit lagi, ternyata 😦
Iyaa mas. Aku salut ama beliau yang rela kerja gini daripada minta
10 tahun mengabdi, kira-kira mereka dapat jaminan hari tua enggak ya dari pemprov DKI?
Btw, fotomu gede-gede amet mas resolusinya, better diresize deh, sayang kalau digunakan oleh pihak-pihak nggak bertanggung jawab. 😀
Duh krai baca ini, selama ini gue kurang bersyukur yak, betapa susahnya orang diluar sana cari uang. Makasih mas sudah menulis sisi lain dari badut, soalnya aku nggak suka sama badut, pas baca ini jadi kasihan
Yuk mari bersyukur kaaak
Tulisanmu menyentuh banget, mas. Dan aku baru tahu kalau ternyata badut itu nggak digaji pihak pengelola TMII. Yuk bikin gerakan untuk badut 😀
Hahaha gerakan apa mas 🙈
Gerakan bersedekah buat badut hehe
touching banget.. kalau ketemu yang berprofesi ini lagi bakal aku hargai banget…
Iya mas. Mari saling menghargai
sedihhh T_T
dasar mulut pujangga….benci aku kalo kamu nulis gini2….padaha WA-an aja biasanya typo mulu huvt!
wwkwkwk.. Aku belajar dari kamu kak. Btw sukses buat ngisi acaranya nanti ya
Huhuhu aku terharu. Nyes banget, apalagi pas lihat senyum bu Syiah di foto terakhir.
Pingback: Sebuah Cerita Badut Taman Mini Indonesia Indah — Bukanrastaman | "mega" rentalmobil luwuk-banggai
belum baca liat raut muka ibu ibu nya kok saya malah jadi sedih 😦
Sendu ya mas
kadang cerita itu datang bukan dari hal yang muluk2 apalagi harus melangkah jauh sampai ke luar negeri, setidaknya jika kita peka, di sekitar kita banyak cerita inspiratif yang bisa diekspos dan bisa mencerahkan pembaca.
salut buat beliau2 ini….
Semoga menginspirasi ya mas
Jadi inget, pernah satu kali saya berpartisipasi dalam kegiatan pencarian dana di gereja saya. Karena saya salah satu panitianya, jadi saya ikut keliling ke rumah-rumah orang pake kostum badut yang cukup berat, sambil bawa proposal dana. Hal yang gak pernah bisa saya lupa itu gerahnya… Panas banget, bener-bener keringetan. Padahal gak lebih dari 3 jam pake kostum itu. Dan hasil yang didapat gak seberapa besar. Tapi, dari pengalaman itu, setiap kali lihat badut, bawaannya jadi penasaran sama org yang ada dibalik kostum itu, ngebayangin rasa capeknya, panasnya, suka gak tega.
Dan habis baca postingan ini, bakal tambah baper kalo ketemu badut 😅
Semoga acara kayak mbak semakin banyak ya. dan kita juga selalu menghargai manusia..
Makasih berkenan mapir disini. Salam kenal
Iya.. salam kenal juga
baca quote diawal trus melihat foto ibu-ibu diatas rasanya jleb banget.
Semangat mas. Melihat segala hal dari sisi berbeda
sedih bangat,keingat pas kesana badut yg biru lambai tangan ke aku tapi gw malah pergi😭😭
itu ibu yg badut biru siapa ya namanya?sedih bangat liatnya…