Raung excavator memecah keheningan pagi. Mengalahkan suara burung yang jumlahnya semakin sedikit. Cahaya surya masih malu menyapa, diantara sisa sisa galian hati ini terus merenung, apakah ada yang tersisa kelak untuk anak cucu kita.
Brown Canyon menjadi ramai akhir akhir ini. Bukit coklat yang sejatinya tercipta karena tanah dikeruk ini tampaknya menjadi magnet baru wisata semarang. Entahlah, apa yang ada dipikiran mereka. Bahkan media sekelas de**k pun mempromosikannya.Belum lagi pernah masuk dalam acara TV lokal yang terkenal. Menegaskan bahwa ini adalah tempat yang indah.Cocok untuk wisata atau latar selfie sekalipun.
Sejak tahun 1980 bukit yang semula hijau ini digali. Obrolan santai saya dengan pekerja disana menceritakan banyak hal. Adakalanya hilir mudik truck pembawa tanah menjadi selingan pembicaraan kami. Sebenarnya tak ada yang istimewa, tetapi rasa keingin tahuanlah yang memaksa keinginan saya kesana. Dibalik sebuah bebatuan yang besar alat berat berjajar dengan rapi, menggerus sedikit demi sedikit tanah untuk dipindahkan ke Truck. Entah sampai kapan, bahkan pertanyaan saya punt tak mampu dijawab oleh mereka. Yang jelas perusahaan keluarga telah memonopoli tempat ini. Bahkan ada cerita semua tanah sudah dibeli mereka. Hingga mereka bebas menggali sesuka hati.
Alam selalu menceritakan kebahagian dan kesedihan, begitu juga Brown Canyon. Tak ada rambu rambu safety di sekitar jalan, tak jelas mana batasan hingga kapan daerah ini bisa digali. Bagaimana efek lingkungan dari ini semua. Lalu kenapa kita masih bangga akan tempat ini ? apakah bahaya mengintai pekerja disana? atau bahkan penduduk sekitar?
Hingga pada akhirnya semua pertanyaan tersebut akan berpasangan dengan jawaban, Mungkin yang dibutuhkan hanyalah waktu.
Ya ampun Brown Canyon ini di mana, Pak? 😦
DI semarang kak..
detailnya diulsa di nternet banyak kok. tetapi kalo saya pribadi cukup kesana sekali. karena menurut saya ini pengrusakan alam. kasihan yang di sekitar 😦
Aku baru sekali ini dengar tentang Brown Canyon, malunya. 😦
Iya ini jelas pengrusakan alam, Pak. Kasian banget Indonesia. 😦
iya, saya juga kasihdan dengan orang disekitar juga, takut longsor 😦
makasih dah mampir kak
di daerah saya juga ada kegiatan semacam ini, mengambil batu yang ada di gunung. Kalo liat dari depan gunung nya masih hijau tapi ternyata sisi gunung dibalik nya sudah habis dikeruk batu nya. Ternyata gunung itu sudah dijual oleh pemerintah setempat, memangnya gunung tadinya milik pribadi ? Sedih sama yang kayak gini.
saya kurang tau pastinya mas.
yang saya dengar ini dari tahun 1980. mungkin juga milik orang dibeli.
makasih dah mapir ya mas
Aku cewek 😀
awalnya kalo brown canyon ini bukan karna ada pengerukan tanah loh.
Wah maaf mbk.br tau dr mampir ke blog.
Mkstnya brown canyon semarang ini
Aku kira brown canyon ini ada bukan karna pengerukan alam loh
sedih ngeliatnya, jadi awalnya ini bukit yang warnanya hijau gitu ya?
tapi emang bagus sih buat foto2 😦
iya mbak..
udah berpuluh puluh tahun penggalian jadinya gitu sekarang,
bagus emang buat foto, malah sekarang jadi komersil. cuma ya gitu takutnya semakin banyak orang kesitu malah seperti mendukung penambangannya
cmiiw
Kasihan, ya. Ntar kalau habis baru terasa akibatnya.
Entah apa yang ada di benak semua orang saat penambangan galian C seperti ini dilegalkan ==”
Mirip dengan di tempat saya, pasir yang ada di dasar laut ditambang untuk onamen bangunan, jadinya sekarang garis pantainya tidak teratur lagi, abrasi makin menjadi karena di dasar lautnya ada rongga.
Yah, kadang manusia bisa jadi terlalu serakah pada alam yang memberi kita tempat hidup. Semoga kita dapat mempertanggungjawabkannya 🙂
iya mas, tidak adanya regulasi pertambangan membuat penambang jadi seenaknya menguras isi bumi.
mungkin inilah PR bagi para pemangku jabatan. Karena mengacu longsor yang memakan korban, kasuh freport dll harusnya dibentuk untuk itu..
ah, lagi2 aku mah apa dibanding mereka yang pintar.
makasih dah mampir mas 🙂
Bener banget, Mas. Memang mesti dari atas yang harusnya peduli, sebab merekalah yang pegang kuasa.
Sip, sama-sama :))
Batunya sampe dikuras begitu ya
iya mbak, sampai habis 😦 jadi kayak tebing
ini kan tempat saya dulu kemping pramuka pas SD.. tapi gpp itu simbiosis mutualisme,karena emang yang di keruk cuma bukit untuk diambil pasirnya dan sisanya secara tidak sengaja menjadi tempat wisata… saya rasa kalau kasus yang anda maksud adalah “pengrusakan lingkungan ” hal ini sama ketika anda membeli rumah kan anda juga membangun di tanah seharusbya bisa dinikmati untuk hidup mahluk lain. Jadi yang saya maksud disini adalah supaya kita sebaga manusia berbudi mengetahui apa c yang sebenarnya… kerusakan lingkungan itu juga karena kita sendiri butuh kehidupan dan belajar tidak menyalahkan siapa siapa salah kan diri kita sendiri. cukup sekian pesan saya somoga bermanfaat buat anda sebagai anak muda penerus bangsa
Itu bukan bukit mas indar, dulu itu gunung. kamu kan takut ulat.. jadi gag pernah maen kesanana hahahahahaha
tapi kamu bijak banget ya. hahahahahaah
epicly irony!!!
this is why my father hate dslr camera, you can capture and present this damn sinkhole beautifully
iya mas bener… terkadang apa yang ditangkap mata berbeda dengan apa yang ditangkap kamera 🙂
Wah, Brown Canyonnya gak terbentuk secara alami yah, Om. saya pikir terkikis dari waktu ke waktu, ternyata dampak penambangan. keren, jadi daya tarik tersendiri. tapi menyadari kehidupan sekitar dan dampak lingkungannya, jadi menghawatirkan, Om. mudah-mudahan ada perhatian lebih, tidak hanya memanfaatkan hasilnya saja. terutama warga sekitar, kasihan mereka kalau cuma kena dampak buruknya saja.
betuuul gan, semoga apa yang menjadi kekhawatiran kita dapat segera diatasi,
mengingat dampak yang terjadi.
makasih dh mampir
Miris, mengingatkan saya pada sebuah bukit di pinggir jalan tol Jagorawi.
Mereka menyebutnya Gunung Putri. Ia bagaikan rambu alami yang menyatakan batas wilayah Citeureup & Cileungsi. Sewaktu kecil saya selalu senang melihat sosok Gunung Putri karena artinya kami sudah setengah perjalanan Jakarta-Bogor (dan sebaliknya).
Tapi lama kelamaan ia mulai dikeruk karena kandungan kapur.
Manusia mengikisnya dengan ganas bagai sel kanker menggerogoti tubuh.
Kini bukit itu sudah pupus, hilang dari pandangan.
Gunung Putri tinggal nama.
Banyak yang tinggal nama dan mereka lupa. Sampai saat musibah tiba mereka baru menyadarinya 😦
Mksh dah mampir kak
Jelas ini bukan tempat wisata mbak. Lihat pengerukan itu jadi miris 😦
Iya mbk… bngeet. Dan kdg kt sulit bedakan mana wisata mana petaka…
Mksh dah mampir kak
Ini pengambilan pasirnya pake ijin apa enggak? Itu ngeri longsor juga kalau ujan 😐
Iya mas… tp mereka blm menyadari.
Sy blm tau pastinya. Skdar kbr angin aja. Kalo tanah2nya pada dibeli smua… 😦
Mksh dah mampir kak
sebenernya bagus ya mas. tapi kalau diliat awal mula gimana tempat itu terbentuk, ya sedih aja, semacam pengrusakan alam gitu :’
iya mas,
terbentuk karena alam yang terus digali. makasih dah mampir ya mas:)
sama-sama mas 🙂
Minggu lalu di salah satu stasiun TV ada liputan juga ke tempat serupa di daerah Gresik, lupa namanya apa. Memang betul..lanskap ini di satu sisi terlihat unik namun sebenarnya perlu dipertanyakan juga apakah kita perlu bangga.
iya kak 😦
tetapi kebanyakan mereka tak mau berfikir bahwa tempat yang indah itu bisa menimbulkan bencana…
semoga tidak terjadi apa2 😦
Ancaman dan bahaya, dua hal ini sering diabaikan manusia yang entah maunya apa. Bagaimanapun, saya tetap merasa getir melihat keindahan hasil keserakahan tiada ujung 😦
betul mas, tetapi kadang orang hanya menatap dari satu sisi..
dan saya hanya ingin belajar melihat dunia dari berbagai sudut yang berbeda 🙂
makasih dah mampir mas
seperti di daerah padalarang bandung, di citatah pun bukit-bukit kapurnya ditambang dan diledakkan. padahal kekayaan karstnya begitu besar di sini.
sesudah dipromosikan oleh beberapa traveler dan masuk tivi, apakah penambangannya jadi berkurang?
sekarang dari beberapa temen instagramer beritanya malah penambangannya dihentikan mbak.
Semoga memang nyata seperti itu, bukan cuma sementara untuk penghentiannya 🙂
iya, aku ikut ke semarang.
hwaa, nggak tahu? google aja. mungkin berarti kamu masih muda :p
Memang menarik buat latar selfie sih Mas, terpaksa kuakui. Tapi tetep sedih, aku berduka melihat pengerukan tanahnya 😦
Muram. lebih baik tidak ke sini.
Bener mas,
sebuah ironi 😦
Ternyata cuma pahatan manusia bukitnya, ironi mas
Iya bener mas.
Dan makin membuat ironi, kita bangga akan hal itu jika sudah kesana
Pingback: Cerita Bermalam Di Novotel Semarang | Bukanrastaman
saya penasaran sama bentuknya dulu saat belum digali
Hahah iya juga ya mas
Pingback: Omong Kosong Keindahan Di Balik Sisa Tambang | Bukanrastaman