Tiga setengah abad kita terjajah tuan. Dengan rasa sakit dan peninggalan yang tak tahu menjadi berkah atau duka. Di sudut kota ini, dalam lamunan senja saya hanya ingin bercerita.
Semarang adalah rindu, tiap sudutnya adalah saksi. Saat jarak tak terlalu jauh dari kota kelahiran dan tempat impian untuk menghidupkan asap di dapur. Maka kota ini menjadi incaran saya ke depan untuk sebuah pilihan.
Berawal dari stasiun di sudut kota lama. Penghubung mimpi itu dimulai. Mengarah menuju Jakarta dan Surabaya. Lalu kembali mengisi energi disini.
Bunga yang berada diantara gedung tua masih saja mekar. Dia menjadi saksi antara pertemuan, perpisahan dan rindu yang terkadang tampak kejam.
Saya selalu mengamati bangunan saat menuju pulang atau kembali bekerja. Terkadang sejuta pertanyaan menyapa?
Apakah kelak aku kan dikenang, atau terbiarkan tak ternilai ?
Seperti kota lama dimana di dalamnyalah sejuta nilai berada.
Kota lama adalah kenangan yang terus hidup. Berjuta lensa menangkap keunikannya, berjuta kata menjelaskan apa itu makna. Terus dan terus sampai kita menulis, memotret dan menjaganya agar selalu ada untuk kenikmatan kecil bagi anak cucu kita.
Selamat Semarang… kau terkenang dan ramahlah kepada mimpi mimpi kami.
Pingback: Catatan perjalanan 2014 dalam kata | Bukanrastaman