Gengam tanganku erat sayang, aku membawamu kesini agar engkau mengerti bahwa matahari yang terbit itu adalah pengingat cinta kita. Agar engkau tahu hati kita yang penuh  kasih sayang ini bercermin dalam alam untuk sebuah awal perjalanan cerita.

Saat adzan subuh sudah berkumandang dan setelah kita selesaikan 2 rakaat itu, maka jaket yang tebal dan motor yang butut meraung membelah jalanan surabaya. Tak ada yang istimewa pemandangan di jalanan saat subuh, hanya semangat pedagang yang meramaikan hiruk pikuk pagi. Aroma garam juga menyapa saat kita berada disana, mungkin nyanyian ombak dan seberkas cahaya yang jadi saksi bagaimana kita hidup kali ini.

Disana tak ada pasir putih, karang yang indah atau bahkan bungalow yang berdiri asri dengan perpaduan biru cakrwala di setiap pandangnnya. Disana hanyalah sekelumit pandang pengingat manusia untuk menandakan dia berkatifitas tiap hari. Tapi selalu ada cerita menikmati awal dalam sebuah pagi. Disinalah mungkin seberkas cahaya yang membahagiakan dalam ruwetnya atifitas kota. Disinilah  mungkin harapan saat lelah mulai menyapa dengan hidup yang tak menentu. Dan di tempat inilah Pengingat sementara bahwa saat kita lahir ada alam yang lebih dulu hidup dan sudah sewajibnya kita untuk menjaganya.

Batuan yang memagari  bibir pantai memang sudah tak lagi bersih tapi semburat merah yang muncul di samudra adalah sebuah citra. Bahwa dalam sebuah langkah ada hal yang harus kita pilih. Tentang tujuan, tentang perjalan dan tentang kematian. Nikmatilah yang tak tersirat dalam sebuah perjalanan karena sesungguhnya dia mempunyai makna dalam setiap perjalanan.

Sudut kota surabaya di pantai kenjeran yang tak banyak orang meilhatnya. Inilah awalku membuat cerita dengannya. Tentang perjalanan nurani, fisik dan sebuah hati menuju kemahaanNya